Kamis, 19 Mei 2016

SUKSES DI USIA MUDA BUKAN HANYA SEKEDAR MIMPI

 tiga orang anak bangsa ini memiliki usaha yang sukses dibidangnya masing-masing, berawal dari mimpi mereka untuk mencapai kesuksesan tiga anak bangsa ini tidak pernah putus asa dan terus menerus mencoba tanpa takut gagal mereka adalah putri,nicholas dan hamzah.



Berawal dari pengecer product makanan minuman dari warung, Theresia Deka Putri saat ini berhasil mengembangkan produk kopi sendiri. Kopi Luwak Lanang sudah menyebar sampai ke luar negeri. Omzet miliaran rupiah juga dapat direnggut dara 25 th. Melalui CV Karya Semesta, Putri, panggilan akrabnya, menghasilkan tiga merk kopi, yaitu Kopi Luwak Lanang, Kopi Lanang Landep, serta Kopi Gajah Hitam. Tidak terbatas di Jawa Timur, pemasaran product kopi itu sudah meluas sampai ke sebagian negara, seperti Taiwan, Korea, China, Jepang, Thailand, Malaysia sampai Polandia. Kopi Gajah Hitam yaitu product yg menyasar kelompok umur menengah bawah atau masuk ke warung-warung. Dua merk lain, Kopi Luwak Lanang serta Kopi Lanang Landep adalah product untuk pasar menengah atas. “Kopi Luwak Lanang senantiasa habis dipesan oleh pelanggan diluar negeri, ” tutur Putri. Demikianlah juga untuk kopi merk Lanang Landep. Ia cuma memakai biji-biji kopi tunggal (pearberry), atau yg kerap dikatakan sebagai biji kopi lanang. Biji kopi tunggal tersebut didapat melewati sistem penyortiran. Diluar ketiga product tersebut, Putri juga penuhi pesanan kopi sama dengan hasrat pelanggannya. 



Sejak kecil, Nicholas sudah terbiasa untuk berjualan makanan, minuman, pakaian, dan masih banyak lagi dan semuanya tidak berakhir baik. Nicholas tidak mau mengatakan kalau dirinya pernah gagal, melainkan dia belum menemukan cara yang tepat untuk mencapai kesuksesan. Saat berusia 17 tahun, seorang teman memberikannya sepaket ikan Garra Rufa, ikan terapi. Nicholas tidak memiliki minat untuk memeliharanya, dan otak bisnisnya mulai muncul untuk menjualnya. Maka, dia mulai membuka FJB Kaskus dan membuat akun disana. Hanya dalam beberapa jam, ikan miliknya berhasil terjual dan banyak orang yang menawarnya. Melihat minat orang yang besar, maka Nicholas bertanya kepada temannya dimana dia membeli ikan itu dan akhirnya Ia menemuka supplier. Nicholas menjual ikan – ikan itu di Kaskus dan mendapatkan untung 2 hingga 3 juta rupiah per bulan.Pada umur yang sama, Nicholas menginginkan masuk kuliah yang memerlukan uang yang tidak sedikit dan Nicholas tidak mungkin meminta uang tersebut dari orang tuanya. Maka, dia memiliki target untuk mendapatkan 10 juta per bulan. Nicholas memiliki ide untuk mengekspor ikan. Nicholas mencoba berkerja sama dengan para eksporter tapi tidak ada yang berhasil karena faktor usia yang masih tergolong muda. Bahkan saking seriusnya, Nicholas meneliti website perusahaan besar dan mencoba mencontohnya. Selain itu Ia juga mencoba mencari tahu tentang shipment.Sampai akhirnya ia bisa mengeksport ikan miliknya.



Uang jerih payah dari hasil penjualan pulsa dan keuntungan buku kemudianditabungnya. Sebagian dipakai untuk membuka konter pulsa dimana bagian operasional diserahkan kepada teman SMP-nya sementara Hamzah hanya menaruh modal saja. Sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet 
yang didapat sering kali dipakai tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Voucher pulsapun juga sering dikonsumsi secara pribadi. Dengan kerugian yang diteriman, Hamzah akhirnya memutuskan untuk menutup usaha yang hanya berjalan selama kurang lebih 3 bulan itu.Hamzah tidak putus asa
dan kembali lagi merenungi kesalahannya dan membaca biografi pengusaha-pengusaha besar tak lama kemudian ia berjualan snack-snck rotidan meraup keuntungan 5 jutaan dan setelah itu ia ketemu dengan mitra bisnis yang menjual franchise bimbel seharga 175 juta tetapi hamzah tidak punya uang sebesar itu kemudian di harus pinjam ayahnya yang sebagai dosen tetapi ayahnya hanya meminjami uang 70 juta yang semestinya untuk dibelikan mobil.Hamzah melobi untuk membayar 75 jutadulu sisanya yang 100 juta untuk dicicil Di bisnis bimbel ini peruntungan Hamzah tiba. Seiring dengan lulusnya Hamzah dari SMA, Hamzah sudah memegang 3 lisensi franchise, jumlah siswayang diatas 200 orang, omzet 360 juta per semester, dengan untung bersih 180 juta per semester.Merasa bisnis bimbelnya sudah mulai stabil dan bisa didelegasikan. Hamzah melirik bisnis sofabed.Sebuah perusahaan sofabed yang sudah jalan tiga bulan dia beli dan dia kembangkan. Perkembangannya yang cukup pesat membuat Hamzah bisa mengantongi omzet 160 juta perbulan.

Minggu, 13 Maret 2016

Meraba Sukses dari Pesta Diany Pranata berbisnis penyelenggara pesta pernikahan

 


Kendati tampak mudah, bisnis wedding organizer punya lika-liku sendiri. Misalnya, jumlah kerabat yang banyak menjadi halangan utama mereka. Diany Pranata menyebut bisnisnya ini bisnis cinta.
Ada pengusaha yang mendulang sukses setelah sebelumnya sempat bekerja. Ia banyak menimba ilmu di perusahaan tempatnya bekerja. Ilmu itulah yang menjadi modal usaha yang didirikannya. Seperti itulah Diany Pranata memulai bisnis Bella Donna.

Selepas menyelesaikan pendidikan masternya di Cleveland State University tahun 1995, Diany bergabung dengan perusahaan di Divisi Cipta Busana Martha Tilaar. Salah satu tugasnya adalah mengurusi pernikahan. Selama empat tahun Diany bekerja di situ hingga mencapai posisi vice general manager. Saat itulah Diany merasa bahwa waktunya lebih banyak tersita untuk bekerja. Padahal, saat itu Diany punya seorang anak balita. Alhasil, ia merasa jauh dengan sang buah hati. “Anak saya lebih dekat dengan suster pengasuhnya,” cerita Diany. Ternyata, sang suami juga mengingatkan bahwa kesempatan untuk mendidik anak hanyalah sebentar. “Anak itu cepat sekali tumbuh. Dan, kalau tidak dipupuk sedari kecil, kami percaya pada saat remaja anak itu akan hilang,” papar perempuan mungil ini.
Lantaran pemikiran itulah Diany memutuskan untuk keluar dari tempatnya bekerja. Ia ingin lebih dekat dengan putra sulungnya. Jelas saja, Diany mempunyai banyak waktu luang ketika berada di rumah. “Pada dasarnya saya ini orangnya tak bisa diam,” serunya. Mulailah ia berpikir untuk membuat sebuah usaha yang tetap bisa dilakukannya di rumah, sembari mengawasi anaknya.
Lantas, muncul ide untuk membuat wedding organizer yang memberikan jasa konsultasi untuk pesta pernikahan. Maklum, di tempat kerjanya terdahulu Diany memang banyak berurusan dengan masalah pesta pernikahan. Selain itu, dia juga punya pengalaman yang tak terlupakan pada saat pesta pernikahannya. “Saya yang mengurus sendiri pesta pernikahan saya. Akibatnya, saya justru tidak bisa menikmati hari pernikahan saya, karena sangat letih,” ujarnya. Oleh karena itu, timbullah keinginan untuk membantu calon-calon pengantin supaya bisa menikmati hari terpenting mereka.
Akhirnya Diany membuka Bella Donna Wedding Organizer pada bulan Juni 2000 dengan dua orang temannya. “Modal saya hanya kartu nama,” kenang Diany. Kalau nilai rupiahnya, “Hanya ratusan ribu,” sambungnya.
Langkah pertama Diany adalah menyebarkan kartu nama. Kebetulan, sewaktu bekerja dulu Diany telah membina hubungan baik dengan manajer banquet hotel atau pengelola gedung pertemuan. Maka Diany pun gencar menitipkan kartu nama ke hotel-hotel, gedung-gedung pertemuan, dan relasi-relasinya dahulu.
Diany membuka kantornya tepat di atas salon Martha Tilaar yang terletak di daerah Cikini. Di kantornya itu Diany memajang baju-baju pengantin rancangan teman-temannya, seperti Iwan Sebastian, untuk disewakan. “Saya meminta mereka untuk memajang koleksinya di kantor saya,” kata Diany. Dengan demikan, orang yang ingin menyewa baju rancangan desainer itu datang kepadanya. Dari situ ia berharap bisa menawarkan jasanya secara langsung kepada calon mempelai.

Keluarga yang besar menjadi hambatan
Benar saja, klien pertama Bella Donna adalah calon mempelai yang pada awalnya ingin menyewa baju pengantin yang dipajang di kantor Diany. “Saya merayunya untuk memakai jasa wedding organizer,” kata Diany. Memang, saat itu jasa wedding organizer belum banyak dikenal. Ya, klien pertama di dapatkannya setelah enam bulan Bella Donna berdiri. “Itu pun dengan diskon 50%,” kenang Diany. Alhasil, Diany yang waktu itu mengawali usahanya dengan dua orang karyawan hanya memperoleh uang Rp 2 juta.
Sebagai jenis usaha baru, Diany mendapat masalah ketika memperkenalkan jasa wedding organizer ke masyarakat. “Pada umumnya mereka mengandalkan jumlah kerabat yang banyak, sehingga menganggap tak perlu jasa kita,” ungkap Diany. Banyak pasangan yang menolak jasanya, dengan alasan mempunyai banyak kerabat yang siap membantu mereka.
Tapi, usaha Diany untuk mengenalkan jasa wedding organizer ini tak pernah surut. Satu per satu klien selalu dia dapatkan. Meriah dan megahnya pesta pernikahan yang diselenggarakannya membuat nama Bella Donna menjadi dikenal. “Mereka mengetahui Bella Donna dari mulut ke mulut,” cerita Diany. Akhirnya, banyak orang ternama di Indonesia yang memakai jasa Bella Donna.
Alhasil, Bella Donna menjadi salah satu wedding organizer dengan tarif mahal. Kalau dulu Diany mematok tarif Rp 5 juta untuk setiap perhelatan, kini tarif Bella Donna mencapai Rp 30 juta. Dalam satu tahun rata-rata Diany menerima 68 ajang pesta pernikahan.
Diany adalah seorang yang aktif dan kreatif. Sukses dengan wedding organizer tak membuatnya cukup puas. Setahun setelah mendirikan bisnis pertamanya, Diany merambah bisnis media. Dengan modal hingga miliaran rupiah, Diany membuat sebuah majalah yang mengulas tentang pernikahan yang terbit setiap bulan. “Saya memang senang menulis sejak kecil,” kata Diany. Kebetulan, saat itu memang belum banyak majalah tentang pernikahan. “Inilah peluangnya,” lanjut Diany. Kini majalah yang berharga Rp 45.500 setiap edisi itu mempunyai tiras hingga 35.000 eksemplar.
Tak berhenti di situ, setelah sukses dengan bisnis media, Diany juga melirik pendidikan untuk wedding organizer. “Saya tidak ingin adik-adik yang ingin terjun ke usaha seperti ini mengalami pengalaman jatuh bangun seperti saya,” kata Diany. Pada tahun 2003 ia membuka Bella Donna Institute Wedding Organizer. “Pengalaman saya selama menjalankan bisnis wedding organizer itulah yang saya berikan kepada murid saya,” ungkap Diany.
Sebenarnya, pada awalnya, kursus wedding organizer ini merupakan salah satu siasat Diany untuk memperoleh tenaga kerja pada saat acara pesta pernikahan berlangsung. Para siswa kursus itu akan membantu Bella Donna ketika “hari H”. Sebaliknya, “Mereka tentu senang karena memperoleh pengalaman yang bisa disebutkan dalam profilnya,” kata Diany yang sudah meluluskan 200 siswanya. Untuk para lulusannya ini pula Diany mendirikan Francal yang merupakan second line Bella Donna.
Setelah mempunyai beberapa usaha, lantas Diany memindahkan kantornya. Diany menyewa sebuah gedung di Jalan Wijaya yang menjadi kantornya sekarang. Di lantai bawah terdapat sebuah restoran mewah The Piano. Rupanya Diany tertarik juga untuk terjun ke bisnis restoran. “Gedung ini terlalu besar untuk kantor saya,” kata Diany. Beberapa rekan saya menyarankan untuk membuka sebuah restoran di lantai satu yang kebetulan tak terpakai. Lantas, Diany membuka sebuah restoran yang penuh nuansa romantis. Sesuai namanya, The Piano, dentingan piano menjadi sebuah keunikan di restoran itu. Hanya, untuk restoran ini Diany bermitra dengan beberapa orang temannya.
Sekarang, di usianya yang 37 tahun, Diany berhasil menjadi pengusaha. “Bisnis saya adalah bisnis cinta,” ujar Diany.
+++++
Bisnis Cocok-cocokan
Diany Pranata pernah mempunyai pengalaman tidak menyenangkan. Kala itu, setelah acara pernikahan berlangsung, orang tua kliennya mengungkapkan ketidakpuasan kepadanya. Padahal, “Kepuasan itu kan relatif,” kata Diany. Lantaran itulah, si klien tidak mau melunasi kekurangan pembayaran. “Padahal kekurangan masih 50%,” katanya.
Oleh karena itu, Diany selalu mensyaratkan sebuah pertemuan langsung dengan calon kliennya. “Ini untuk mengetahui kecocokan kita dengan klien,” kata Diany. “Bisnis ini kan butuh kepercayaan dan kejujuran,” sambungnya. Kalau bertemu klien dan merasa tidak cocok pada awalnya, Diany pun terpaksa tidak menerima ordernya. Misalnya, Diany pernah mendapati calon klien yang saat pertama bertemu sudah mengatakan kalau pihak wedding organizer tidak boleh ikut mengambil makanan.
Dari situ, Diany langsung meminta si klien untuk mencari wedding organizer lain. “Ya, daripada nanti ada apa-apanya, bisnis ini kan cocok-cocokan,” lanjutnya